Sabtu, 07 Februari 2009

Learning Mime Autodidact

Jemek Supardi, born in Pakem, Sleman regency, Yogyakarta, March 14, 1953. Background of secondary school education and only three months of tasting Programs High School Painting Indonesian Arts (SMSRI). At first she pursue theater and had been in several theater groups, such as the Natural Theatre, Theatre and Puppet Theatre Dinasty. Because he had difficulty in memorizing the script, he eventually pursue pantomime as channeling desire expression.

Rabu, 04 Februari 2009

Pantomim Kita bagai Api dalam Sekam


Beberpara tahun lalu, kampiun pantomim asal Yogyakarta, Jemek Supardi, menggelar karyanya bersama teman-temannya dari Mime Theater, di Bentara Budaya Jakarta. Pagelaran itu untuk menandai ulang tahun Jemek yang ke-50. Selebihnya, seni pantomim berdiri lunglai, sepi di lengkungan tanda tanya.

Jakarta, yang pernah menjadi barometer kehidupan seni di Tanah Air pada dekade 70-an, lewat Taman Ismail Marzuki-nya, seolah kerontang dari pantomim. Celakanya, ketika seorang teman penulis bermain pantomim, orang mengira ia badut sirkus. Padahal, seni pantomim boleh dikatakan menjadi dasar permainan teater, yang mengolah kelenturan tubuh dan kepiawaian ekspresi, mimik. Beruntung sekali Didi Petet masih mengopeni cabang seni ini, walau pun telah disenyawakan dengan seni teater. Apa boleh buat, dari pada tidak sama sekali. Didi Petet sendiri sempat lama absen dalam pagelaran besar seperti sekarang ini setelah beberapa tahun yang lampau berkeliling dengan grupnya ke kota-kota besar di Pulau Jawa.