Selasa, 16 November 2010

Perss Release : AFC Taman Budaya Peduli Merapi

Perss Release
AFC TAMAN BUDAYA YOGYA, PEDULI ANAK-ANAK PENGUNGSI MERAPI


Apaseh Maksudnya AFC Peduli Merapi?
AFC itu kan anak-anak yang selama ini belajar kesenian di Taman Budaya Yogya. Terhadap bencana Merapi, AFC merasa prihatin dengan kondisi anak-anak yang menjadi kurban Merapi yang kini hidup di pengungsian. Karena masih anak-anak, mereka pun kemudian mengumpulkan berbagai macam mainan anak-anak yang mereka punya, juga buku-buku, dan alat sekolah. Anak-anak AFC ingin sumbangkan itu semua untuk anak-anak pengungsi kurban Merapi.

Selain itu bentuk kepeduliannya AFC apa lagi?
Kini anak-anak AFC juga tengah menyiapkan konser Operet anak-anak yang dipersembahkan untuk menghibur anak-anak kurban Merapi. Operet ini nantinya melibatkan 110 anak.

Kapan Pentas Operetnya itu?
Besok hari Kamis, 18 November 2010, bertempat di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, acara akan dimulai jam 18.30 WIB. Nantinya kami juga menghadirkan 200 anak-anak kurban Merapi yang kini mengungsi di posko pengungsi YKPN.

Menghibur Anak-Anak Pengungsi Kok Tidak ke Lokasi Pengungsi Saja?
Justru 200 anak pengungsi itu kami ajak ke Taman Budaya. Karena selama ini mereka hanya melihat situasi pengungsian terus, meraka juga butuh refreshing kan? Dengan diajak keluar, mereka bisa melihat pemandangan lain, mereka bisa refreshing. Ini sangat berguna untuk mengurangi trauma dan kejenuhan meraka selama hidup dipengungsi.

Selama Anak-anak Pengungsi itu Diajak Ke Taman Budaya, Kegiatan Mereka Ngapain Saja?
Rencananya 200 anak itu akan ditiba di taman Budaya, besok Kamis (18 Nov) jam 16.00 WIB. Mereka akan kami ajak melihat-lihat pameran lukisan anak, setalah itu meraka juga akan diajak untuk bermain-main dengan Tedjo Badut dan Brotowijaya. Permainan-permainan untuk mengurangi rasa trauma mereka, juga untuk membangkitkan semangat hidup mereka. Kemudian malamnya, meraka akan kami ajak untuk menyaksikan Pentas Operet Anak yang akan ditampilkan anak-anak AFC.

Yang Mengadakan Kegiatan Ini Siapa Saja?
Penyelenggara kegiatan ini AFC Taman Budaya berkerjasama dengan Komunitas Jogja Bangkit.

Kalau Mau Wawancara Seputar Kegiatan Ini Kepada Siapa Saja?
Kepada Dyan Anggraeni, selaku Kepala Taman Budaya Yogyakarta. Kepada Sri Eka Kusumaning Ayu, dari AFC.

Kepada Humasnya?
Ehhh, gak boleh...



Salam Budaya
Eko Nuryono
Humas Kegiatan
Kontak 081904138595

Sabtu, 07 Februari 2009

Learning Mime Autodidact

Jemek Supardi, born in Pakem, Sleman regency, Yogyakarta, March 14, 1953. Background of secondary school education and only three months of tasting Programs High School Painting Indonesian Arts (SMSRI). At first she pursue theater and had been in several theater groups, such as the Natural Theatre, Theatre and Puppet Theatre Dinasty. Because he had difficulty in memorizing the script, he eventually pursue pantomime as channeling desire expression.

Rabu, 04 Februari 2009

Pantomim Kita bagai Api dalam Sekam


Beberpara tahun lalu, kampiun pantomim asal Yogyakarta, Jemek Supardi, menggelar karyanya bersama teman-temannya dari Mime Theater, di Bentara Budaya Jakarta. Pagelaran itu untuk menandai ulang tahun Jemek yang ke-50. Selebihnya, seni pantomim berdiri lunglai, sepi di lengkungan tanda tanya.

Jakarta, yang pernah menjadi barometer kehidupan seni di Tanah Air pada dekade 70-an, lewat Taman Ismail Marzuki-nya, seolah kerontang dari pantomim. Celakanya, ketika seorang teman penulis bermain pantomim, orang mengira ia badut sirkus. Padahal, seni pantomim boleh dikatakan menjadi dasar permainan teater, yang mengolah kelenturan tubuh dan kepiawaian ekspresi, mimik. Beruntung sekali Didi Petet masih mengopeni cabang seni ini, walau pun telah disenyawakan dengan seni teater. Apa boleh buat, dari pada tidak sama sekali. Didi Petet sendiri sempat lama absen dalam pagelaran besar seperti sekarang ini setelah beberapa tahun yang lampau berkeliling dengan grupnya ke kota-kota besar di Pulau Jawa. 

Minggu, 09 September 2007

Makelar Peti Mati



HIDUP dengan hanya menggantungkan penghasilan dari bermain pantomim, jelas mustahil. Hal ini mengingat jarang sekali pertunjukan yang melibatkan seni pantomim. Dalam sebulan, belum tentu ia bisa manggung dua kali, dan ini disadari betul oleh Jemek Supardi.

“Nggak mungkin bisa hidup hanya mengandalkan penghasilan dari main pantomim. Kalau ada order, paling saya hanya dibayar sekitar Rp 500.000, sementara untuk hidup bersama satu anak dan satu istri dalam sebulan jelas lebih dari penghasilan saya sekali pentas,” ungkapnya.